Senin, 30 Maret 2015

BELAJAR PENGURANGAN MELALUI PERMAINAN BEKELAN / GATHENG

SASI MARDIKARINI

NIM 14712251004

Pendidikan Dasar Konsentrasi Praktisi

Lanjutan rum I-III, mengenai video pembelajaran yang ditampilkan pada hari Rabu, 25 Maret 2015 saat mata kuliah Learning Trajectory.

IV. Dengan mengambil sisi baik dari PBM tersebut, berikut adalah usaha saya untuk mengembangkan PBM sejenis sesuai dengan konteks budaya lokal saya yaitu jawa-Indonesia

BELAJAR PENGURANGAN MELALUI PERMAINAN BEKELAN/GATHENG

Jaman sekarang ini, Negara Indonesia memasuki dunia digital dan komunikasi. Hampir semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa dapat menggunakan dan memiliki alat komunikasi seperti HP, Televisi, Komputer, dll. Kemajuan Indonesia mengenal komunikasi memang bisa dikatakan dapat memajukan Indonesia di beberapa hal misalnya dalam dunia pengetahuan. Pengetahuan dari berbagai hal di luar negeri yang dahulunya sulit untuk kita ketahui sekarang dapat dengan mudah kita akses dengan menggunakan komputer, bahkan handphone yang sudah memiliki fitur-fitur canggihnya. Selain itu, kemajuan teknologi juga berdampak pada berkembangnya budaya negara kita di kancah internasional. Faktor pariwisata juga memiliki keuntungan yang sangat besar, banyak tempat wisata kita yang belum dikenal orang menjadi banyak dikunjungi orang karena mereka mengetahuinya melalui alat komunikasi.

Namun, kecanggihan alat komunikasi ini juga membawa dampak yang negatif buat semua para penggunanya, misalnya dalam hal ini adalah anak-anak. Menguatnya arus globalisasi di Indonesia membawa pola kehidupan dan hiburan baru yang mau tidak mau memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya kelestarian permainan tradisional anak-anak. Dunia anak-anak yang dahulu banyak diisi dengan permainan-permainan tradisional bersama teman-teman di sekolah maupun di rumah sekarang sangat jarang terlihat. Sekarang ini, anak-anak lebih suka berada di rumah dan mengisi waktunya untuk menonton televisi, bermain handphone yang diberikan oleh orang tuanya, bermain game, hingga mengenal online sejak dini. Permainan seperti lompat tali, bekelan atau getheng, egrang, dakon,dll sudah tidak banyak dimainkan terutama di kota-kota besar. Anak lebih tertarik dan lebih mengenal permainan yang ada di dalam handphone atau komputer mereka.

Sebagai seorang guru, sudah selayaknya kita dapat mengimbangi kegiatan tersebut agar tidak berdampak negatif pada anak-anak kita. Komunikasi sudah sangat mengenal dalam dunia anak-anak, namun alangkah baiknya kita juga masih mengenalkan dunia bermain tradisional kepada anak. Budisantoso, dkk (dalam Sukirman Dharmamulya dkk, 2008: 29)  mengatakan bahwa permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan tradisional memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan  kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial di kemudian hari. Selain pengertian tersebut, masih ada perspektif tentang permainan tradisional yaitu perspektif fungsional, permainan, psikologis, adaptasi.

Salah satu cara untuk memperkenalkan permainan pada dunia anak-anak adalah dengan memasukanya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Kegiatan di sekolah sekarang ini masih banyak didominasi oleh kegiatan kontektual secara penuh oleh guru. Hal tersebut dapat menyebabkan anak menjadi bosan terutama dalam pelajaran matematika. Pelajaran matematika itu adalah pembelajaran yang konkrit, dan dalam pembelajaranya bisa dimasukkan ke dalam berbagai aktivitas yang menarik. Salah satu contohnya adalah memperkenalkan permainan gatheng atau bekelan untuk pembelajaran matematika yang menarik pada anak SD kelas rendah.

Dalam http://wikanwibi.blogspot.com/2013/05/permainan-tradisional-gatheng-sebagai.html dijelaskan bahwa Permainan gatheng adalah permainan yang menggunakan watu (batu) sebagai alatnya. Batu tersebut disebut watu gatheng atau watu cantheng. Permainan gatheng mirip dengan permainan bekelan, sehingga banyak yang mengatakan permainan gatheng adalah permainan bekelan atau sebaliknya. Tempat untuk bermain gatheng di halaman rumah, dalam rumah, teras, atau pendapa.

Permainan gatheng merupakan permainan yang mudah, murah, sederhana dan tidak memakan waktu yang lama. Permainan ini bersifat kompetitif perorangan. Permainan ini menerapkan hukuman bagi yang kalah namun ada yang tidak menerapkan hukuman. Gatheng memerlukan kejujuran dan keterampilan para pemainnya.

Dalam konteks pembelajaran, permainan gatheng merupakan permainan tradisional yang dapat dimainkan di dalam kelas, di luar kelas, dan tidak membutuhkan tempat yang luas. Permainan ini juga bisa dimainkan oleh anak perempuan dan juga anak laki-laki. Permainan ini bisa dilakukan guru dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok, agar lebih efektif masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang saja. Guru bisa menyiapkan bahan seperti batu-batu kecil, bisa diganti dengan kuningan, atau bahkan kelereng untuk anak laki-laki. Langkah-langkah dalam permainan ini antara lain :

a.   Masing-masing peserta membawa dadu atau bekel sendiri-sendiri. Dadu juga bisa dari batu yang diambil dari sekitar anak.
b.  Menyiapkan tempat serta kerikil sebanyak lima buah atau sepuluh buah.
c.   Mengundi pemain pertama dengan hompipah.
d. Pemain pertama menyebar lima/sepuluh buah kerikil ke arena permaianan sambil melemparkan dadunya ke atas.
e.  Kemudian pemain tersebut mengambil salah satu kerikil sambil melemparkan dadunya.
f.   Apabila kerikil tersebut tidak dapat diambil, pemain tidak boleh meneruskan bermain, mati. Begitu juga bila pemain tidak dapat menangkap kembali dadu yang dilemparkan ke atas, maka pemain tidak boleh meneruskan bermain digantikan oleh pemain lainnya. 
g.  Pemain kedua tersebut mengambil salah satu kerikil dari sambil melemparkan dadunya. Begitu seterusnya sampai kerikil habis terambil.
h.  Setelah kerikil habis, pemain kedua dapat melanjutkan level permainan gatheng  yang disebut GaroGaro adalah mengambil dua kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
i.   Setelah Garo selesai, pemain kedua melanjutkan dengan GaluGalu adalah mengambil tiga kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
j.   Setelah Galu selesai, pemain kedua melanjutkan dengan GapukGapuk adalah mengambil empat kerikil yang telah disusun sedemikian rupa bersamaan sambil melempar dadunya.
k. Begitu seterusnya sampai jumlah kerikil habis diambil bersamaan. Peraturan ini disepakati saat awal permainan. Ada yang hanya sampai Garo atau Galu.
l.   Setelah tahapan permainan selesai, pemain kedua tersebut mendapat sawah satu yang ditulis di tanah sekitar pemain kedua. Permainan dilanjutkan oleh pemain ketiga mulai dari tahap awal. Sedangkan apabila pemain pertama memainkan permainan, maka pemain tersebut meneruskan permainan saat mati, tidak memulai dari awal.

Kunci dari permainan ini adalah kejujuran, dan ketelitian. Selain itu, permainan ini juga melatih keakraban siswa dengan siswa lain dan juga melatik kinestetik dan spikomotor siswa. Dalam pembelajaran matematika, permainan ini dapat digunakan untuk mengajarkan pengurangan untuk siswa kelas rendah. Jika dirasa waktu untuk bermain sudah cukup, siswa bisa diajak ke dalam kelas untuk berdiskusi? Bisa dimulai dengan guru memancing pertanyaan; Bermain apa tadi? Senang tidak permainanya? Siapa yang menang? Dll.

Selain itu saat anak-anak bermain guru juga menyiapkan LKS yang digunakan siswa untuk mengerjakan dan mencari tahu tugas tersebut melalui permainan itu. Misal yang disebar adalah batu sebanyak 5 buah lalu dikurangi 1 akan menghasilkan 4 kelereng, 5 -1 = 4, atau waktu garo, 4 kelereng – 2 kelereng akan menghasilkan 2 kelereng. Dari permaian ini diharapkan siswa dapat menemukan konsep pengurangan dengan mudah, dengan caranya sendiri dan bersama dengan teman-temanya. Tugas guru disini hanya memantau untuk mengetahui apakah ada anak yang tidak bisa bermain, apakah ada yang tidak suka permaian ini, dll. evaluasi yang dilakukan guru terhadap permainan ini juga pasti menarik hati siswa karena siswa bercerita setelah mereka bermain. Selamat mencoba. ^--^.

DAFTAR PUSTAKA.

Wikan Budiarti. 2013. Permainan Tradisional Gatheng sebagai Metode Pembelajaran Pengurangan Sekolah Dasar. Diambil dari http://wikanwibi.blogspot.com/2013/05/permainan-tradisional-gatheng-sebagai.html.


Selasa, 17 Maret 2015

POWERNOW PENGHANCUR PERADABAN



POWERNOW PENGHANCUR PERADABAN

Refleksi perkuliahan Pengembangan Learning Trajectory di SD bersama Prof. Marsigit pada Rabu, 4 Maret 2015. Pertemuan ketiga

 Pagi ini perkuliahan dimulai dengan melakukan quis yang terdiri dari 50 butir soal. Jawaban dari quis yang diberikan oleh beliau ada di dalam blog beliau. Intinya adalah agar mahasiswa pascasarjana untuk lebih sering lagi membaca, belajar, dan mencari banyak tahu sehingga kita tidak menjadi mahasiswa yang bodoh, dan kopong. Prof. Marsigit meminta semua mahasiswa pascasarjana untuk terus membaca-membaca dan membaca. Karena membaca merupakan kunci dari segalanya. Membaca bisa dari mana saja, salah satunya dari blog.
Sebagai seorang guru khususnya guru sekolah dasar, kita harus memiliki cara khusus untuk membelajarkan materi kepada peserta didik. Karena membelajarkan kepada peserta didik khususnya untuk sekolah dasar berbeda dengan cara mengajarkan kepada siswa SMA, maupun kuliah. Siswa sekolah dasar dalam menerima pembelajaran harus menggunakan kegiatan yang memudahkan siswa memahami apa yang sedang dipelajari. Karena sejatinya, pembelajaran siswa SD masih bersifat sintetik aposteriori yaitu pembelajaran dengan menggunakan benda nyata (konkrit), belajar berdasar sebab-sebab yang ada dan masih dihubungkan dengan kegiatan satu sama lain. Berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa yang sudah bersifat analitik apriori. Orang dewasa sudah bisa berfikir, menganalisa apa yang terjadi, dan menggunakan logika untuk memahami apa yang dipelajari. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dibutuhkan dua hal utama yaitu pengalaman dan logika. 
Terdapat dua hal utama yang membedakan antara anak-anak dan orang dewasa : 
z
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa kelompok bagian bawah merupakan kelompok pengetahuan yang cocok untuk anak-anak dimana pengetahuan anak dibangun dengan berbagai kegaiatan yang sesuai dengan pelajaran yang akan dipelajari. Sedangkan kelompok bagian atas merupakan kelompok pengetahuan yang cocok diberikan untuk orang dewasa atau ilmunya para dewa. Dari sini terlihat bahwa dalam mengajarkan atau memberikan pengetahuan kepada anak kecil dimulai dari kegiatan kecil yang ada di lingkungan siswa, jangan memberikan langsung sesuai dengan materi orang dewasa. Sebaik-baiknya pembelajaran adalah pembelajaran yang menggabungkan antara kelompok atas dan kelompok bawah. Ilmu yang didapat sebaiknya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang bersifat sintetik aposteriori, sedangkan ilmu yang didapat bersifat analitik apriori. Jadi ilmu yang baik adalah ilmu yang amaliah, dan amal yang baik adalah amal yang ilmiah. Dan sebenar-benar ilmu menurut Emmanuel Cant adalah pengalaman yang dipikirkan dan pikiran yang dapat diamalkan.
Namun pada tahun 1671 sekitar 200 th yang lalu munculah seseorang yang tidak suka dengan filsafat yang bernama Auguste Comte. Beliau menjadi pelopor kemajuan dan sekaligus pelopor kemunduran di bidang filsafat. Beliau merupakan seorang mahasiswa yang tidak lulus dari sebuah Politeknik di Prancis. Walaupun beliau tidak lulus dari bangku kuliah, namun beliau akhirnya membuat sebuah buku filsafat yang berjudul “Positif” yang artinya bahwa dalam membangun negara atau ingin memajukan negara gunakan saintifik/positif. Sikap inilah yang digunakan oleh Pak Menteri Pendidikan “Muhammad Nuh” dalam memajukan dunia pendidikan Indonesiam pada saat itu. Namun Auguste Comte tidak menggunakan agama, karena agama menurut beliau tidak logis. Hal tersebut terlihat dari bagan filsafat Auguste Comte sebagai berikut :



Dari bagan tersebut terlihat bahwa agama hanya berada di urutan terbawah dan paling kecil, sedangkan positifisme saintifik berada pada urutan teratas dan memiliki pengaruh paling besar. Bagan urutan filsafat menurut Auguste Comte tersebut sangat bertentangan dengan urutan filsafat Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Dalam urutan filsafat Indonesia seperti bagan di bawah ini menjelaskan bahwa agama atau spiritual berada di posisi paling atas sebagai landasan dasar. 

 



Selain ketidak percayaan terhadap agama seperti yang dijelaskan diatas, ada beberapa hal lagi yang sedang mengancam dasar negara Indonesia. Jika hal ini tidak segera diatasi oleh negara, maka cita-cita Indonesia tidak akan tercapai. Salah satu yang mengancam Indonesia berasal dari perkembangan jaman yang terus berkembang dengan cepat.




Bagan tersebut menjelaskan bahwa perkembangan Indonesia sekarang ini sangat terdominasi oleh hal-hal yang yang bersifat kontemporer atau kekinian yang dipimpin oleh raja yang memiliki kekuatan sangat kuat dan jahat. Raja tersebut adalah perkembangan teknologi itu sendiri. Semakin berkembangnya teknologi di Indonesia, semakin besar pengaruh powernow di Indonesia. Bagan sebelah kanan terlihat beberapa susunan kecenderungan hidup orang jaman sekarang yaitu kapitalisme, prakmatisme (hidup ingin praktis dan mendapatkan yang dia inginkan), hedonisme (sikap ingin seenaknya saja), utilitarian, materialisme (bekerja hanya untuk uang dan uang), serta liberalisme (hidup bebas tanpa peduli lingkungan). Sifat-sifat inilah yang kini banyak berkembang di masyarakat kita. Jika hal ini terus dilanjutkan, akan menjadikan Indonesia yang dahulu berdasarkan Pancasila, hidup ikhlas dan saling tolong-menolong akan hilang dan lenyap tergantikan oleh peradaban bangsa barat. Salah satu contoh praktis di kehidupan nyata adalah jika seseorang sudah memainkan handphone maka ia akan lupa segalanya. misalnya lupa sholat, lupa mengerjakan tugas, lupa kerja, dll. Dengan kemajuan teknologi, kita akan bisa membuka apapun yang ada di dunia baik yang buruk maupun yang bagus, begitu juga dengan anak-anak. Maka dari itu, sebagai seorang mahasiswa pascasarjana UNY kita harus bisa menyeleksi dan mengatasi masalah yang terjadi ini. Jangan sampai pendidikan Indonesia nantinya akan rusak hanya karena powernow yang semakin mudah masuk ke Indonesia. Jangan sampai anak-anak untuk kehilangan intuisi mereka.