SASI MARDIKARINI
NIM 14712251004
Pendidikan Dasar
Konsentrasi Praktisi
Lanjutan rum I-III,
mengenai video pembelajaran yang ditampilkan pada hari Rabu, 25 Maret 2015 saat
mata kuliah Learning Trajectory.
IV. Dengan mengambil sisi baik dari PBM
tersebut, berikut adalah usaha saya untuk mengembangkan PBM sejenis sesuai
dengan konteks budaya lokal saya yaitu jawa-Indonesia
BELAJAR PENGURANGAN MELALUI PERMAINAN BEKELAN/GATHENG
Jaman sekarang ini, Negara Indonesia memasuki dunia digital
dan komunikasi. Hampir semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga orang
dewasa dapat menggunakan dan memiliki alat komunikasi seperti HP, Televisi, Komputer,
dll. Kemajuan Indonesia mengenal komunikasi memang bisa dikatakan dapat
memajukan Indonesia di beberapa hal misalnya dalam dunia pengetahuan.
Pengetahuan dari berbagai hal di luar negeri yang dahulunya sulit untuk kita
ketahui sekarang dapat dengan mudah kita akses dengan menggunakan komputer,
bahkan handphone yang sudah memiliki fitur-fitur canggihnya. Selain itu,
kemajuan teknologi juga berdampak pada berkembangnya budaya negara kita di
kancah internasional. Faktor pariwisata juga memiliki keuntungan yang sangat
besar, banyak tempat wisata kita yang belum dikenal orang menjadi banyak
dikunjungi orang karena mereka mengetahuinya melalui alat komunikasi.
Namun, kecanggihan alat komunikasi ini juga membawa dampak
yang negatif buat semua para penggunanya, misalnya dalam hal ini adalah
anak-anak. Menguatnya
arus globalisasi di Indonesia membawa pola kehidupan dan hiburan baru yang mau
tidak mau memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial dan budaya
masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya kelestarian permainan tradisional
anak-anak. Dunia anak-anak yang
dahulu banyak diisi dengan permainan-permainan tradisional bersama teman-teman
di sekolah maupun di rumah sekarang sangat jarang terlihat. Sekarang ini,
anak-anak lebih suka berada di rumah dan mengisi waktunya untuk menonton
televisi, bermain handphone yang diberikan oleh orang tuanya, bermain game,
hingga mengenal online sejak dini. Permainan seperti lompat tali, bekelan atau
getheng, egrang, dakon,dll sudah tidak banyak dimainkan terutama di kota-kota
besar. Anak lebih tertarik dan lebih mengenal permainan yang ada di dalam
handphone atau komputer mereka.
Sebagai seorang guru,
sudah selayaknya kita dapat mengimbangi kegiatan tersebut agar tidak berdampak
negatif pada anak-anak kita. Komunikasi sudah sangat mengenal dalam dunia
anak-anak, namun alangkah baiknya kita juga masih mengenalkan dunia bermain
tradisional kepada anak. Budisantoso, dkk (dalam Sukirman Dharmamulya dkk,
2008: 29) mengatakan bahwa permainan tradisional anak merupakan
unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan
tradisional memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan
kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial di kemudian hari. Selain pengertian
tersebut, masih ada perspektif tentang permainan tradisional yaitu perspektif
fungsional, permainan, psikologis, adaptasi.
Salah satu cara untuk
memperkenalkan permainan pada dunia anak-anak adalah dengan memasukanya dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Kegiatan di sekolah sekarang ini masih banyak didominasi
oleh kegiatan kontektual secara penuh oleh guru. Hal tersebut dapat menyebabkan
anak menjadi bosan terutama dalam pelajaran matematika. Pelajaran matematika
itu adalah pembelajaran yang konkrit, dan dalam pembelajaranya bisa dimasukkan
ke dalam berbagai aktivitas yang menarik. Salah satu contohnya adalah
memperkenalkan permainan gatheng atau bekelan untuk pembelajaran matematika
yang menarik pada anak SD kelas rendah.
Dalam http://wikanwibi.blogspot.com/2013/05/permainan-tradisional-gatheng-sebagai.html
dijelaskan bahwa Permainan gatheng adalah permainan yang
menggunakan watu (batu) sebagai alatnya. Batu tersebut disebut watu
gatheng atau watu cantheng. Permainan gatheng mirip
dengan permainan bekelan, sehingga banyak yang mengatakan permainan gatheng adalah
permainan bekelan atau sebaliknya. Tempat untuk bermain gatheng di
halaman rumah, dalam rumah, teras, atau pendapa.
Permainan gatheng merupakan permainan yang mudah, murah,
sederhana dan tidak memakan waktu yang lama. Permainan ini bersifat kompetitif
perorangan. Permainan ini menerapkan hukuman bagi yang kalah namun ada yang
tidak menerapkan hukuman. Gatheng memerlukan kejujuran dan
keterampilan para pemainnya.
Dalam konteks
pembelajaran, permainan gatheng merupakan permainan tradisional yang dapat
dimainkan di dalam kelas, di luar kelas, dan tidak membutuhkan tempat yang
luas. Permainan ini juga bisa dimainkan oleh anak perempuan dan juga anak
laki-laki. Permainan ini bisa dilakukan guru dengan membagi kelas menjadi
beberapa kelompok, agar lebih efektif masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang saja. Guru bisa menyiapkan bahan seperti batu-batu kecil, bisa diganti
dengan kuningan, atau bahkan kelereng untuk anak laki-laki. Langkah-langkah
dalam permainan ini antara lain :
a.
Masing-masing peserta membawa dadu atau bekel
sendiri-sendiri. Dadu juga bisa dari batu yang diambil dari sekitar anak.
b.
Menyiapkan tempat serta kerikil sebanyak lima buah
atau sepuluh buah.
c.
Mengundi pemain pertama dengan hompipah.
d. Pemain pertama menyebar lima/sepuluh buah kerikil
ke arena permaianan sambil melemparkan dadunya ke atas.
e.
Kemudian pemain tersebut mengambil salah satu
kerikil sambil melemparkan dadunya.
f.
Apabila kerikil tersebut tidak dapat diambil,
pemain tidak boleh meneruskan bermain, mati. Begitu juga bila pemain tidak
dapat menangkap kembali dadu yang dilemparkan ke atas, maka pemain tidak boleh
meneruskan bermain digantikan oleh pemain lainnya.
g.
Pemain kedua tersebut mengambil salah satu kerikil
dari sambil melemparkan dadunya. Begitu seterusnya sampai kerikil habis
terambil.
h.
Setelah kerikil habis, pemain kedua dapat
melanjutkan level permainan gatheng yang disebut Garo. Garo adalah
mengambil dua kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
i. Setelah Garo selesai, pemain
kedua melanjutkan dengan Galu. Galu adalah
mengambil tiga kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
j.
Setelah Galu selesai, pemain kedua melanjutkan
dengan Gapuk. Gapuk adalah mengambil empat kerikil yang
telah disusun sedemikian rupa bersamaan sambil melempar dadunya.
k. Begitu seterusnya sampai jumlah kerikil habis
diambil bersamaan. Peraturan ini disepakati saat awal permainan. Ada yang hanya
sampai Garo atau Galu.
l. Setelah tahapan permainan selesai, pemain kedua
tersebut mendapat sawah satu yang ditulis di tanah sekitar pemain kedua.
Permainan dilanjutkan oleh pemain ketiga mulai dari tahap awal. Sedangkan
apabila pemain pertama memainkan permainan, maka pemain tersebut meneruskan
permainan saat mati, tidak memulai dari awal.
Kunci dari permainan ini adalah kejujuran, dan ketelitian. Selain itu,
permainan ini juga melatih keakraban siswa dengan siswa lain dan juga melatik
kinestetik dan spikomotor siswa. Dalam pembelajaran matematika, permainan ini
dapat digunakan untuk mengajarkan pengurangan untuk siswa kelas rendah. Jika dirasa
waktu untuk bermain sudah cukup, siswa bisa diajak ke dalam kelas untuk
berdiskusi? Bisa dimulai dengan guru memancing pertanyaan; Bermain apa tadi?
Senang tidak permainanya? Siapa yang menang? Dll.
Selain itu saat anak-anak bermain guru juga menyiapkan LKS yang digunakan
siswa untuk mengerjakan dan mencari tahu tugas tersebut melalui permainan itu. Misal
yang disebar adalah batu sebanyak 5 buah lalu dikurangi 1 akan menghasilkan 4
kelereng, 5 -1 = 4, atau waktu garo, 4 kelereng – 2 kelereng akan menghasilkan 2
kelereng. Dari permaian ini diharapkan siswa dapat menemukan konsep pengurangan
dengan mudah, dengan caranya sendiri dan bersama dengan teman-temanya. Tugas guru
disini hanya memantau untuk mengetahui apakah ada anak yang tidak bisa bermain,
apakah ada yang tidak suka permaian ini, dll. evaluasi yang dilakukan guru
terhadap permainan ini juga pasti menarik hati siswa karena siswa bercerita
setelah mereka bermain. Selamat mencoba. ^--^.
DAFTAR PUSTAKA.
Wikan Budiarti. 2013. Permainan Tradisional Gatheng sebagai Metode Pembelajaran Pengurangan
Sekolah Dasar. Diambil dari http://wikanwibi.blogspot.com/2013/05/permainan-tradisional-gatheng-sebagai.html.